Child-Free, ingin bebas atau pergeseran Budaya?




Anak

Merupakan kata yang sangat sensitif sebenarnya. Beberapa waktu lalu-bahkan sampai sekarang beredar di Timeline Facebook mami mengenai "child-free" artinya banyak pasangan - pasangan muda di Indonesia yang sudah mulai enggak mau punya anak.

Mami paham sih, jujur.. mami sendiri ketika banyak pihak yg bertanya:

 "Hana adiknya mana?, udah ada adiknya lagi belum?" dan segudang pertanyaan lain yg membuat sesak dada.

Tapi..
Bukannya mami gak mau punya anak lagi. Memang belum dikasih rejekinya. Pasalnya mami sekarang tidak menggunakan KB. Dulu banget setelah Hana lahir, mami pasang KB IUD, tapi hasilnya bikin hati meringis-pendarahan selama 2 bulan. Semenjak itu, mau pasang IUD yang mahal/murah hasilnya selalu sama; Pendarahan! 

Pakai KB hormonal semacam suntik, implan, ataupun pil its a BIG NO buat yang memiliki riwayat penyakit tumor seperti mami. Masalahnya, mami sudah sering keluar masuk rumah sakit. Mulai dari operasi kepala hingga payudara sebelah kanan-kiri. Itu semua karena tumor. Meski Dokter mengatakan bahwa tumor yang ada di tubuh mami ini enggak ganas, tapi tetap saja memakai KB hormonal bukan salah satu pilihan yang tepat. 

Jadi, kalau ditanya apakah mami mau punya anak lagi? pastinya maulahh. secara mami enggak mau Negara isi hanya berisi orang - orang dengan banyak anak tapi NOL pendidikan akhlak, norma, budi pekerti, etika-sopan santun, serta agamanya.

Justru, yang menjadi krisis di negara - negara maju adalah mereka takut punya anak karena biaya hidup dan takut tak sanggup untuk merawat dengan baik dan benar. Hasilnya? bisa dilihat kini, bagaimana pemerintah Negara Jepang ketar - ketir karena populasi masyarakatnya kian menurun sebab sudah banyak pasangan muda/milenial yang enggak mau nikah atau jika menikah-pun mereka menunda memiliki anak. 

Sedangkan sangat berbanding terbalik terhadap negara - negara berkembang yang mengalami overpopulasi atau bahasa kerennya bonus demografi. Salah satu contohnya adalah Indonesia. Tapi negara berkembang dengan banyaknya masyarakat, tidak menjamin bahwa negara tersebut akan makmur. Terlebih, bila melihat data yang ada (silahkan googling sendiri XP) masyarakat yang memiliki anak lebih dari tiga itu didominasi oleh golongan menengah kebawah. Dengan artian, sebagian dari anak - anak mereka tidak bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak, ilmu parenting yang mumpuni dan hal lainnya. Sehingga lahirlah generasi - generasi "alay" yang menurut mami akan membawa negara ini berada diambang batas kehancuran. 

Bila kita telisik lebih dalam lagi, suatu saat (pasti) bumi ini akan penuh dengan orang - orang tidak beradab. karena lahir dari orangtua yang kurang peduli terhadap masa depan anak - anaknya. Sedangkan masyarakat dari golongan menengah keatas, tidak mau menerima resiko bila kelak mereka menikah kemudian memiliki anak-takut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Mau makan untuk diri sendiri aja susah, bagaimana bila ada anak?" pasangan muda anonim yang mami ajak chat via wag.

Banyak alasan yang melatarbelakangi pasangan muda milenial sekarang enggan memilik anak. salah satu alasannya adalah mereka ingin sukses dan mapan terlebih dahulu. Padahal waktu terus berjalann,  usia semakin tua dan produktivitas sel sperma dan indung telur sudah tidak sebagus ketika mereka masih berusia produktif. Sehingga bila sudah sukses dan baru siap untuk memiliki anak, banyak dari mereka yang akhirnya berusaha lebih, seperti ikut program hamil (promil) serta usaha lainnya. Tapi sebagian pasangan juga akhirnya memutuskan untuk tidak memiliki anak karena sudah nyaman hidup berdua. juga 

Iya.. mereka tidak mau menerima resiko bahwa kelak mereka memiliki anak dan anak itu menjadi penghalang bagi kesuksesan dan segala hal bebas lainnya. Jadi kepintaran dan kesuksesannya hanya berakhir di garis mereka saja pun dengan Gen yang mungkin bisa saja membawa perubahan pada dunia ini.

Punya anak itu memang merepotkan, mami akui itu. Bila kalian membaca postingan mami tahun 2012 tentang depresinya mami ketika Hana lahir dan bahkan jauh sebelum itu, hal - hal yang buruk terjadi. Pemikiran mami kala itu ya ingin bebas, masih ingin bermain - main dan masih ada yang ingin dicapai. 

Setelah direnungkan kembali. Punya anak itu enggak bikin mami repot. Memiliki anak itu adalah anugerah terindah yang tak kan tergantikan dengan apapun. 

Tapi, mami juga enggak setuju untuk kampanye nikah muda. Nikah muda tanpa persiapan sama saja 

"elu masuk ke medan perang tanpa membawa senjata" 

padahal di Al-Quran (bagi umat muslim) sudah dijelaskan tentang kesiapan menikah syaratnya apa saja. 

Terkadang dengan kemajuan teknologi dan era digital:
Sosmed/medsos menjadi ajang pembenaran untuk menikah muda..
Sosmed/medsos menjadi ajang pembenaran child-free..

Suatu saat bahkan sudah mulai terlihat.. negara ini penuh dengan orang - orang yg tidak beradab. Hal itu dimulai dari menyebarkan fitnah dan penggiringan opini.

Padahal, kalau mau nikah muda tapi sudah siap lahir batin ya silahkan saja. Dan kalau kalian ingin menjadi orangtua yang child-free ya silahkan saja, terima konsekuensinya. Tapi.. apa gak kesepian hidup? sedangkan usia hidup manusia di bumi ini hanya sekejap mata saja. bekal kita ada di anak. Bukan bekal ketika kita tua atau bekal materi. Tapi bekal di akhirat. 

Kamu, yg mampu..
masa enggak mau melahirkan generasi cerdas untuk memimpin dunia ini?

Mami?
mami masih berjuang sampai detik ini. Sampai diberikan kepercayaan lagi untuk mengasuh titipannya.

Jadi, bahan renungan kali ini: Child-Free ingin bebas atau ini pergeseran budaya?


**
Melalui tulisan ini mami ingin memperkenalkan tab baru dengan nama: Pojok Renungan. Di kolom renungan, mami enggak akan banyak foto/gambar. Tapi lebih ke tulisan dan mungkin jumlah katanya tidak sepanjang artikel yang biasanya mami tulis. Di kolom Renungan juga hanya berisi buah pemikiran mami tanpa embel- embel yang lainnya. Murni jadi yaa~

Feel free to ask/silahkan berdiskusi dengan baik di comment bila ada beberapa artikel dari kolom Pojok Renungan yang dirasa tidak berkenan di hati. 

Mami hanya ingin mengungkapkan apa yang dirasakan dan dilihat dengan hati. 

3 comments

  1. Jujur sih mba, aku dulu sebelum nikah sempet bilang k pak suami, aku ga pengen punya anak. Aku memang ga suka anak2, dan ga bisa utk berpura2 suka. Kalo diajak temen utk jenguk temen yg baru lahiran, itu jujur aja aku males ngeliat anaknya, Krn memang ga tertarik. Tapi itu dulu.

    Skr sih udh ada kemajuan, walopun sedikit :p. Akhirnya aku luluh pas suami ttp kepengin punya. Aku nyerah dan mau hamil, walo ujung2nya baby blues, ga mau nyentuh si bayi sampe 3 bulanan lebih. Untung babysitterku baik dan telaten banget. Hamil kedua itu kebablasan dan aku sempet benci sama si bayi. Tapi kemudian, skr ini malah dia anak yg paling lengket Ama aku :D.

    Sama anak sendiri sih, aku udh bisa mulai sayang, tp ttp blm bisa ke anak org lain :D. Even k ponakan, aku msh kaku ngadepinnya.

    Tp utk pasangan yg memang ga pengen punya, aku sih ga bakal menjudge apa2, Krn toh aku sempet di posisi begitu. Daripada dipaksain punya, tapi ga mau ngurusnya, malah kasian si anak. Semoga apapun pilihannya, mau punya anak ato ga, ttp bisa bahagia :D. Kalo aku dulu, impianku bisa puas kliling dunia Ama suami Krn kami berdua gila traveling :p. Skr sih msh rutin, tp ga bisa sering2 pergi berdua. Biasanya aku pergi sendiri Ama temenku, suami tinggal di rumah jagain para krucils :D
    Kalopun pergi Ama keluarga dan anak2, paling setahun sekali.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mak, awalnya aku juga sama kaya mbak, gak mau punya anak dulu. begitu hamil horor banget sampai stress. kelamaan jadi nyadar juga. aku gak mau sendirian di dunia ini.

      memang keputusan enggak punya anak itu pilihan masing - masing. tapi disayangkan aja (menurutku) kita - kita yang berpendidikan malah takut hamil lagi sedangkan rakyat golongan bawah anaknya banyak. dan itu akan menjadi masa depan kita.

      satu sisi memang yang belum siap pasti takut banget. satu sisi, ngeliat kondisi negara ini ya makin miris aja.

      Delete
  2. Sekarang yg mau child free malah yg berpendidikan dan yang ga miskin. Agak aneh juga kalau alasannya krn takut ga bisa bkin anak hidup sejahtera, atau takut mereka ga bisa jadi ortu yg baik buat anak. Kan bisa belajar, persiapan. Bilang aja kalau pgn bebas🤣 coment ku julid

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan komentar kamu, tapi plis banget ya pergunakan bahasa indonesia yang baik dan membangun. Mohon maaf juga harus di moderasi biar gak ada yang spam. Happy Comment ^^~